Coretan Penghuni Jalanan

Memutus Rantai Kekerasan Terhadap Anak Jalanan

Kekerasan sudah menjadi bagian kehidupan yang tidak terpisahkan yang dialami oleh setiap anak jalanan baik secara langsung maupun tidak langsung. Mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali kekerasan selalu menyertai mereka. Inilah yang disebut dengan teori spiral kekerasan yang dikemukakan oleh Dom Helder Camara. Yang menjelaskan tentang tiga lapisan kekerasan. Pertama, kekerasan ketidakadilan akibat egoisme penguasa dan kelompok. Kedua, perjuangan keadilan lewat kekerasan. Ketiga, kekerasan dari tindakan represi pemerintah. Pada lapisan pertama ini anak-anak jalanan selalu tidak dihargai oleh negara apalagi mendapatkan keadilan yang setara dengan anak-anak lainnya. Mereka selalu dianggap sampah masyarakat yang tidak berguna sehingga harus diperlakukan secara kasar dan tidak manusiawi. Atas nama keindahan dan ketertiban kota sering sekali anak jalanan menjadi tumbal atau objek kriminalisasi oleh aparatur negara yang dilegitimasi oleh pengusa melalui berbagai peraturan. Egoisme Inilah yang memicu munculnya lapisan kedua di mana anak-anak jalanan melakukan perjuangan keadilan. Biasanya korban kekerasan bisa didorong untuk melakukan kekerasan. Sasaran kekerasan berupa simbol-simbol penguasa dan lain sebagainya. Lahirlah beragam demo atau unjuk rasa yang kadang anarki. Demo itu tak bisa dibiarkan begitu saja. Atas dalih stabilitas nasional, represi pemerintah berupaya memadamkan demo. Represi itu bermuatan kekerasan. Begitulah seterusnya di mana kekerasan akhirnya menjadi siklus dari sebuah ritme kehidupan anak jalanan. Selain itu, kurangnya kepedulian dan sensitifitas negara terhadap permasalahan anak-anak jalanan telah menyebabkan berlakunya hukum rimba di tengah komunitas mereka. Di mana yang kuat yang berkuasa dan berhak melakukan kekerasan maupun eksploitasi terhadap mereka.

Seperti kasus Baekuni alias Bungkih alias Babe (49) yang telah menyodomi dan membunuh korbannya yang nota bene merupakan anak-anak jalanan. Kasus ini seperti fenomena gunung es yang sulit terungkap ke permukaan disebabkan tidak adanya laporan maupun kurang bukti dan lain sebagainya. Jika ingin disimpulkan ada dua bentuk kekerasan yang sering dialami anak jalanan yakni kekerasan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah (torture) maupun kekerasan yang dilakukan senior atau preman-preman (abuse/violence). Perubahan Paradigma Negara dalam hal ini pemerintah pusat atau pun daerah sudah seharusnya bertaubat karena telah melakukan kekerasan struktural (Galtung) terhadap anak-anak jalanan baik secara langsung maupun tidak langsung. Penerapan kekerasan terhadap anak-anak jalanan merupakan pelanggaran terhadap konstitusi. Hal ini berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28b ayat 2 disebutkan, Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sedangkan Pasal 34 (1) berbunyi, Fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara. Dalam UU Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 disebutkan secara jelas di dalam pasal 2, 3, 4, 13, 15, dan 16 tentang negara harus melindungi setiap anak dari semua tindakan kekerasan dan diskriminasi. Sementara di dalam Konvensi Hak Anak dinyatakan dengan tegas dalam pasal 19 yang berbunyi bahwa negara akan mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, sosial dan pendidikan yang layak guna melindungi anak dari semua bentuk kekerasan. Sementara pasal 37 menjelaskan bahwa tidak seorang anak pun boleh mejalani siksaan atau perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi atau menurunkan martabat. Oleh karena itu negara harus segera mengakhiri penerapan kebijakan yang tidak manusiawi kepada anak-anak jalanan dan sebaliknya negara harus memberikan jaminan perlindungan bagi anak jalanan dari kekerasan maupun eksploitasi.

Solusi

Kasus babe yang telah terungkap ke publik tersebut harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengevaluasi kebijakannya selama ini yang tidak maksimal dalam melindungi dan memberdayakan anak jalanan. Untuk itu langkah-langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah sebagai berikut : Pertama, pemerintah harus segera membuat peraturan pelaksana yang bersifat teknis dan operasional dalam menangani permasalahan anak-anak jalanan secara manusiawi sesuai dengan prinsip hak-hak anak yakni kepentingan terbaik bagi anak, penghormatan dan penghargaan terhadap pendapat anak, hak hidup, kelangsungan dan perkembangan hidup. Kedua, pembinaan anak-anak jalanan melalui Dinas Sosial harus dilakukan dengan pendekatan holistic (menyeluruh) bekerjasama dengan LSM yang konsen terhadap persoalan anak dengan menyediakan rumah pelayanan dan perlindungan anak jalanan. Ketiga, menyediakan rumah aman bagi anak yang menjadi korban kekerasan yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung. Terakhir pemerintah harus memberikan sanksi hukum yang tegas terhadap para pelaku kekerasan terhadap anak jalanan.

This entry was published on March 29, 2012 at 7:17 am. It’s filed under Torehan Jalanan and tagged . Bookmark the permalink. Follow any comments here with the RSS feed for this post.

Leave a comment